Jumat, 28 November 2014

Materi PKN kurang Diminati/membosankan..?? so...

Metode Pembelajaran PKN sebagai
Mata pelajaran yang tidak Membosankan 



Diajukan untuk memenuhi tugas individu :  oleh Alfariadi

Mata kuliah : Filsafat Ilmu
Dosen    : Prof. Dr. H. Almasdi Syahza
Program : Pasca-Sarjana-Manajemen Pendidikan-UNRI



BAB I
PENDAHULUAN
1.1           LATAR BELAKANG
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dinilai para siswa pelajaran yang membosankan, membuat jenuh, karena mata pelajaran ini terkesan hafalan dan teoritik, apalagi dalam penyampaianya kurang variasi sehingga siswa kurang paham dan hasil belajar siswa menurun rata-rata dibawah kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Oleh karena itu, diperlukan metode pembelajaran yang mampu mengubah stigma buruk yang dianggap siswa.
Ketidaksukaan dan kebosanan pada mata pelajaran PKn disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
Dilihat dari komponen guru, pertama pembelajaran PKn yang dilakukan oleh guru di kelas lebih dominan menggunakan metode konvensional, sehingga menyebabkan kurangnya minat siswa untuk 


mengikuti pelajaran, terkesan membosankan serta kurang menarik bahkan monoton. Kedua dalam pelaksanaannya guru lebih mementingkan aspek pengetahuan saja (knowledge) sedangkan aspek-aspek yang lainnya tidak diperhatikan, ini menimbulkan aktivitas siswa hanya sebatas penalaran saja, sedangkan nilai-nilai dan makna yang terkandung di dalam materi tidak didapatkan siswa. Ketiga skenario pembelajaran yang telah disusun dan direncanakan dalam pelaksanaannya kadang-kadang tidak sesuai dengan kondisi kelas, ketersediaan sarana dan prasarana, serta suasana siswa. Sehingga pembelajaran sering tidak sesuai dengan tujuan pencapaian semula.
Dilihat dari komponen siswa, pertama banyak sebagian siswa yang kurang menyukai dan merespon mata pelajaran PKn, ini terlihat dalam mengikuti proses belajar sebagian banyak siswa bersikap pasif, begitu juga dalam mengikuti diskusi. Kedua penempatan jadwal pelajaran diakhir juga menimbulkan kondisi fisik dan semangat siswa menurun, sehingga menimbulkan situasi kelas tidak terkendali dan akhirnya sebagian siswa tidak memperhatikan pelajaran yang disampaikan guru.
Dalam pembelajaran PKn terdapat berbagai metode yang biasa diterapkan seperti ceramah bervariasi, tugas, tanya jawab. Akan tetapi pengalaman selama ini menunjukkan bahwa metode-metode yang dipakai itu kurang dapat mencapai tujuan pembelajaran PKn secara maksimal. Hasil belajar siswa cenderung bersifat kognitif teoritis yang tidak berkembang.
Sedangkan mata pelajaran PKn bertujuan akhir untuk membentuk warga negara yang baik (good citizenship) yang mengerti dan memahami akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara, norma-norma yang berlaku di masyarakat, mampu berpikir kritis terhadap masalah-masalah yang berkembang. Singkatnya pembelajaran PKn dapat membentuk siswa yang berkarakter serta mampu berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dari masalah diatas, perlu dicari metode baru dalam pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dan guru yang melakukan inovasi. Pembelajaran yang mengutamakan penguasaan kompetensi harus berpusat pada siswa, memberikan pembelajaran dan pengalaman belajar yang relevan secara kontekstual.









1.2            RUMUSAN MASALAH
1.      Apa hakekat dari Pendidikan Kewarganegaraan?
2.      Apa kelemahan materi dan metode pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan?
3.      Apa saja metode-metode yang dapat diberikan agar siswa tertarik dengan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan?

1.3              TUJUAN
1.      Untuk mengetahui hakekat dari Pendidikan Kewarganegaraan
2.      Untuk mengetahui kelemahan materi dan metode pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
3.      Untuk mengetahui metode-metode yang dapat diberikan agar siswa tertarik dengan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

1.4            MANFAAT
Adapun manfaat yang dapat di peroleh dengan adanya makalah ini adalah penulis dan pembaca dapat mendalami materi yang terdapat dalam makalah ini, baik mengenai “Kelemahan Materi dan Metode Pembelajaran PKN di Sekolah Dasar dan Menengah serta Perguruan Tinggi dan Alternatif Penyelesaian”






BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan (PKN)
            Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata kuliah atau mata pelajaran yang bersifat wajib nasional, yang diberikan pada jenjang pendidikan dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), sampai Perguruan Tinggi. Mata pelajaran PKN ini merupakan mata pelajaran yang penting guna membangun rasa patriotisme dan nasionalisme terhadap anak didik bangsa. Serta mengembangkan watak, kemampuan dan karakter anak didik menjadi seseorang yang demokratis, peduli akan masyarakat, bangsa dan negara.
            PKN ini dapat menjadi sarana pembentukan Nation and Character Building (membangun karakter bangsa) dalam dunia pendidikan yang sekarang ini menjadi sorotan di dunia pendidikan agar para generasi penerus bangsa yaitu siswa didik sesuai dengan karakter bangsa dan tidak menghilangkan karakter asli dari bangsa. PKN dapat menjadi jembatan pembentukan Character Building karena bidang kajian kewarganegaraan di topang oleh berbagai disiplin ilmu, seperti ilmu politik, hukum, sosiologi, antropologi, psikologi dan berbagai disiplin ilmu yang dapat melakukan kajian-kajian terhadap proses pengembangan konsep, nilai dan perilaku demokrasi yang tentu berdasarkan nilai-nilai pancasila.
            Selain itu PKN merupakan sarana pengenal identitas bangsa terhadap anak didik untuk memberikan pengetahuan tentang apa yang menjadi landasan hukum bagi negara, dasar-dasar negara dan nilai-nilai yang tertanam pada pancasila.
            Sedangkan mata pelajaran PKn bertujuan akhir untuk membentuk warga negara yang baik (good citizenship) yang mengerti dan memahami akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara, norma-norma yang berlaku dimasyarakat, mampu berpikir kritis terhadap masalah-masalah yang berkembang. Singkatnya pembelajaran PKn dapat membentuk siswa yang berkarakter serta mampu berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
            Tujuan PKN adalah partisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga negara yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif dan tanggung jawab memerlukan penguasaan seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan intelektual serta keterampilan untuk berperan serta. Partisipasi yang efektif dan bertanggung jawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut melalui pengembangan disposisi atau watak-watak tertentu yang meningkatkan kemampuan individu berperan serta dalam proses politik dan mendukung berfungsinya sistem politik yang sehat serta perbaikan masyarakat.
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Mata Pelajaran di Sekolah
            Menurut Udin S Winatapura (2001), pendidikan kewarganegaraan atau citizenship education sudah menjadi bagian inheren dari instrumentasi serta praksis pendidikan nasional Indonesia dalam lima status. Pertama, sebagai mata pelajaran di sekolah. Kedua, sebagai mata kuliah di perguruan tinggi. Ketiga, sebagai salah satu cabang pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial dalam kerangka program pendidikan guru. Keempat, sebagai program pendidikan politik yang dikemas dalam bentuk Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Penataran P4) atau sejenisnya yang pernah dikelola oleh Pemerintah sebagai suatu crash program. Kelima, sebagai kerangka konseptual dalam bentuk pemikiran individual dan kelompok pakar terkait, yang dikembangkan sebagai landasan dan kerangka berpikir mengenai pendidikan kewarganegaraan dalam status pertama, kedua, ketiga, dan keempat. Berdasar pendapat di atas maka pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran di sekolah merupakan satu dari lima status PKn yang praksis di Indonesia.  Pada perkembangan terakhir kurikulum persekolahan di Indonesia yang lebih dikenal dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran dimunculkan dengan nama mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (Permendiknas No 22 tahun 2006). Sebelumnya pendidikan kewarganegaraan bernama mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Berdasar permendiknas No 22 tahun 2006 tersebut. Pendidikan Kewarganegaraan diartikan sebagai mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan tujuan dari pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan, (2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi, (3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya, (4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
            Adapun standar isi atau yang menjadi materi kajian mata pelajaran PKn di sekolah mencakup 8 ruang lingkup. Kedelapan ruang lingkup kajian tersebut adalah :
1.   Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan.
2.   Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistim hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional.
3.   Hak asasi manusia meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.
4.   Kebutuhan warga negara meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan warga negara.
5.   Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi.
6.   Kekuasan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi.
7.   Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka.
8.   Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional, dan Mengevaluasi globalisasi.

            Menyimak maksud dan tujuan dari mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di atas, maka Pendidikan Kewarganegaraan sejalan dengan tiga fungsi pokok pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana pengembangan warganegara yang demokratis yakni mengembangkan kecerdasan warganegara (civic intellegence), membina tanggung jawab warganegara (civic responsibility) dan mendorong partisipasi warganegara (civic participation). Tiga kompetensi warganegara ini sejalan pula dengan tiga komponen pendidikan kewarganegaraan yang baik yaitu pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), ketrampilan kewarganegaraan (civic skills), dan karakter kewarganegaraan (civic dispositions) (Branson. 1998). Warganegara yang memiliki pengetahuan kewarganegaraan akan menjadi warga negara yang cerdas. Warganegara yang memiliki ketrampilan kewarganegaraan akan menjadi warganegara yang partisipatif, sedangkan warganegara yang memiliki karakter kewarganegaraan akan menjadi warganegara yang bertanggung jawab.
            Apabila kita kaitkan kedelapan ruang lingkup PKn persekolahan dengan tiga kompetensi pendidikan kewarganegaraan di atas, maka belum nampak pemetaaan dari ketiga komponen tersebut. Kedelapan ruang lingkup belum menunjukkan mana-mana yang termasuk dalam domain pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), ketrampilan kewarganegaraan (civic skills), atau karakter kewarganegaraan (civic dispositions). Kejelasan akan hal itu dapat kita temukan dari sejumlah rumusan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang terjabar di masing-masing kelas. Rumusan dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar akan membawa kita untuk tahu kearah domain mana seharusnya ruang linkup PKn itu dibelajarkan. Misalnya SK 1 kelas VII yang berbunyi “Menunjukkan sikap positif terhadap norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara” mengarahkan kita kepada domain karakter kewarganegaraan (civic dispositions). SK 2 kelas VII yang berbunyi “Mendeskripsikan makna Proklamasi Kemerdekaan dan konstitusi pertama” menitikberatkan pada domain pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge). Sedangkan SK 4 kelas VII yang berbunyi “Menampilkan perilaku kemerdekaan mengemukakan pendapat” menitikberatkan pada domain ketrampilan kewarganegaraan (civic skills). Meskipun ketiga domain atau kompetensi pendidikan kewarganegaraan di atas saling berhubungan dan sinergis, tetapi dengan pemberian penekanan melalui standar kompetensi yang dirumuskan ini telah memberitahukan kepada guru PKn bahwa kompetensi inilah yang ingin dicapai melalui pembelajaran materi tersebut.



2.2 Kekurangan Materi dan Metode Pembelajaran PKN
            Tidak di pungkiri bahwa dari dahulu samapai sekarang mata pelajaran PKN merupakan mata pelajaran yang paling kurang diminati oleh para siswa, apalagi dengan kurikulum yang saat ini mata pelajaran PKN merupakan mata pelajaran yang tidak digunakan dalam pelaksanaan ujian nasional, jadi membuat para anak didik menyingkirkan mata pelajaran PKN untuk dipelajari karenan mereka lebih memfokuskan mata pelajaran yang di ujikan untuk memenuhi standar kelulusan. Pada saat ini jiwa nasionalisme pada anak bangsa begitu kurang. Banyak anak-anak yang tidak mengenal apa itu pancasila dan nilai-nilai dari butir-butir yang terkandung. Mungkin mereka hafal butiran pancasila tetapi mereka tidak mengeri arti yang terkandung di dalamnya, bahkan ada pula yang tidak hafal dengan isi pancasila tersebut.
            Dapat disimpulkan bahwa ternyata PKN merupakan mata pelajaran yang tidak disukai oleh para anak didik dan di anggap pelajaran yang membosankan bagi sisiwa didik. Ketidaksukaan dan kebosanan yang dirasakan oleh siswa disebabkan oleh hal-hal berikut : Pertama pembelajaran PKN yang dilakukan oleh guru di kelas lebih dominan menggunakan metode konvensional, sehingga menyebabkan kurangnya minat siswa didik untuk mengikuti pelajaran, terkesan membosankan serta kurang menarik bahkan monoton. Lalu materi PKN yang kebanyakan merupakan teori menjadikan pengajar melakukan metode pembelajaran PKN hanya ceramah dari guru di depan kebanyakan dan sesekali diskusi, dan itulah yang membuat kebosanan untuk mengikuti pelajaran PKN. Yang kedua dalam pelaksanaannya guru lebih mementingkan aspek pengetahuan saja (knowledge) sedangkan aspek-aspek yang lainnya tidak diperhatikan, ini menimbulkan aktivitas siswa hanya sebatas penalaran saja, sedangkan nilai-nilai dan makna yang terkandung dalam materi tidak di dapat siswa. Jadi intinya siswa itu hanya diberikan teori saja, semisal apa itu demokrasi tapi contoh nyatanya mereka tidak diberikan.
            Metode dan materi yang diberikan pada mata pelajaran PKN ini memang kurang di minati oleh para siswa. Mereka menganggap bahwa PKN hanya teori saja dan tidak ada bayangan dalam menerapkan PKN dalam kehidupan nyata. Ketidaksukaan para siswa dalam pembelajaran PKN ini terlihat ketika waktu pelajaran PKN mereka merasa bosan dan tidak ada partisipatif aktif dalam materi PKN, jadi mereka kurang memahami apa dari isi PKN tersebut dan minat untuk mendalami lebih jauh begitu kurang. Padahal sebenarnya tujuan harfiah pelajaran PKN ini progam pendidikan yang membentuk peserta didik agar memiliki kemampuan berpartisipasi secara aktif, bermutu dan bertanggung jawab, bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. PKN ini merupakan suatu ilmu atau pnegtahuannya untuk menjadikan mereka berpartisipatif dalam kegiatan yang ada dalam masyarakat atau bangsa dan bernegara. Jika anak didik tidak memahami atau mengerti tentang materi apa yang terkandung dalam PKN maka mereka tidak mampu aktif dalam masyarakat.
Mata pelajaran PKn yang sebelumnya bernama PPKn belum bisa dipahami sepenuhnya oleh banyak guru PKn. Pendapat-pendapat yang berkembang di kalangan guru PKn dapat dirangkum sebagai berikut;
1.   Pandangan bahwa pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang baru ini tidak lebih dari pelajaran Kewarganegaraan masa lalu atau kita kembali pada mata pelajaran Kewarganegaraan, Civics, atau Kewargaan Negara di tahun 1960-an.
2.   Pandangan bahwa pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan baru adalah gabungan saja dari pelajaran PPKn dan pelajaran Tata Negara yang diajarkan pada sekolah-sekolah menengah umum, sekaligus pula porsi pelajaran Tata Negara mendapat tempat yang lebih pada pelajaran baru ini.
3.   Pandangan bahwa dengan pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan baru akan semakin mudah dan enak dalam mengajarkan karena lebih banyak materi sehingga tidak akan kehabisan materi sebagaimana dalam mengajarkan PPKn.


            Jika diperhatikan, maka pandangan dan pendapat demikian menyimpan kesalahan dan bisa menjadi faktor yang memperlemah pencapaian ideal pendidikan kewarganegaraan di sekolah. Pandangan pertama menyederhanakan makna, visi dan paradigma baru PKn karena terpaku hanya pada istilah semata. Visi dan misi pendidikan kewarganegaraan paradigma baru adalah jelas yaitu mewujudkan masyarakat demokratis melalui pendidikan untuk mendukung tetap terjaganya negara Indonesia yang demokratis. Konsep “demokrasi” menjadi kata kunci dalam pelajaran ini. Hal ini berbeda dengan pendidikan kewarganegaraan masa lalu yang lebih menekankan pada pengetahuan sebagai warganegara. Pandangan kedua mengkaburkan landasan keilmuan dari pendidikan kewarganegaraan paradigma baru. Dengan berlandaskan pada demokrasi politik maka pelajaran ini menitikberatkan pada pembentukan pengetahuan, karakter dan ketrampilan kewarganegaraan agar menjadi warganegara yang kritis dan partisipatif dalam sistem politik demokrasi. Pelajaran PPKn dan Tata Negara tidak mengarah pada pembentukan kompetensi kewarganegaraan sebagaimana yang diharapkan pendidikan kewarganegaraan paradigma baru.
            PPKn menitikberatkan pada pendidikan nilai moral yang serba Pancasila sedangkan Tata Negara bersumberkan pada hukum yang sekedar kognitif. Barangkali pendidikan nilai dan hukum adalah penting tetapi itu bukan misi dari pendidikan kewarganegaraan. Sedangkan pandangan ketiga menafikan basis kompetensi yang merupakan ciri dari Kurikulum Berbasis Kompetensi termasuk pendidikan kewarganegaraan paradigma baru. Dengan pandangan demikian justru akan mengembalikan kurikulum pada basis materi. Kelemahan PPKn masa lalu adalah materinya yang terlalu overload, tumpang tindih, banyak hal yang harus diajarkan dan kurang ilmiah sehingga membebani siswa. Pendidikan Kewarganegaraan paradigma baru berupaya untuk memperbaiki dengan cara menyederhanakan materi, memperjelas landasan keilmuannya dan menekankan pada kompetensi siswa. Mengajarkan Pendidikan Kewarganegaraan tidak dengan menyampaikan sebanyak mungkin materi pelajaran tetapi membelajarkan siswa dengan prinsip learning by doing (belajar sambil melakukan). Menyampaikan materi banyak hanya akan membebani siswa dan yang terjadi diibaratkan seperti memasukkan “sampah” Akan keluar “sampah” pula yang tentu saja tidak berguna (garbage in garbage out). Oleh karena itu alokasi waktu yang banyak dengan hanya materi yang cukup dapat dilakukan dengan memperbanyak Praktik Belajar Kewarganegaraan.
            Temuan lain juga menunjukkan beberapa kelemahan terutama yang dihadapi guru PKn berkaitan dengan munculnya pelajaran baru ini. Hasil temuan tersebut adalah 1) Pemahaman para guru PPKn masih terbatas terhadap pelajaran PKn. Pelajaran Kewarganegaraan dipahami memiliki visi dan tujuan yang sama dengan pelajaran PPKn sebelumnya. Dikatakan bahwa materi keilmuan dari pelajaran PKn lebih banyak berkaitan dengan masalah  kenegaraan sebagaimana dalam pelajaran Tata Negara , 2) Guru PPKn dalam menyiapkan pembelajaran Kewarganegaraan telah mendasarkan pada Kurikulum Kewarganegaraan, silabus dan skenario pembelajaran yang disusun sendiri, menyiapkan buku pelajaran dan alat penilaian, 3) Guru PPKn menghadapi kendala dengan adanya materi yang relatif baru dari pelajaran Kewarganegaraan sehingga harus lebih dahulu belajar, kendala penggunaan metode kerja kelompok dalam kelas besar serta kesulitan melakukan penilaian dengan adanya format penilaian yang baru menurut kurikulum 2004 (Winarno, 2004).
            Khusus yang berkaitan dengan manajemen pembelajaran PKn, guru telah menyusun seperangkat rencana pembelajaran seperti, silabus dan skenario pembelajaran PKn. Namun kebanyakan silabus dan skenario tersebut meskipun disusun guru sendiri atau telah atas nama guru yang bersangkutan, silabus dan skenario tersebut lebih banyak didapat dari copian guru lain, hasil pelatihan yang sudah jadi atau dari lembaga yang telah menyusunnya (MGMP). Alasan yang dikemukakan umumnya karena lebih praktis, tidak menyita waktu dan yang lebih penting adalah pelaksanaannya.


2.3 Metode Pembelajaran dalam meningkatkan Daya Tarik Siswa Terhadap Mata Pelajaran PKN
·         PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
Problem Based Learning (PBL) adalah metode pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah, dan memperoleh pengetahuan (Duch, 1995).  Finkle dan Torp (1995) menyatakan bahwa PBL merupakan pengembangan kurikulum dan sistem pengajaran yang mengembangkan secara simultan strategi pemecahan masalah dan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan dengan menempatkan para peserta didik dalam peran aktif sebagai pemecah permasalahan sehari-hari yang tidak terstruktur dengan baik.  Dua definisi di atas mengandung arti bahwa PBL merupakan setiap suasana pembelajaran yang diarahkan untuk memecahkan permasalahan sehari-hari.
Aplikasi pembelajaran dengan metode Problem Based Learning dimulai dengan siswa terlebih dahulu mengobservasi suatu fenomena. Kemudian siswa diminta untuk mencatat permasalahan yang muncul, serta mendiskusikan permasalahan dan mencari pemecahan masalah dari permasalahan tersebut. Setelah itu, tugas guru adalah merangsang untuk berpikir kritis dan kreatif dalam memecahkan masalah yang ada serta mengarahkan siswa untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan perspektif yang berbeda diantara mereka.
Pembelajaran metode Problem Based Learning berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, menemukan dan mendiskusikan masalah serta mencari pemecahan masalah, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Siswa mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Siswa terbiasa memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergumul dengan ide-ide.
Dalam pembelajaran metode Problem Based Learning tugas guru mengatur strategi belajar, membantu menghubungkan pengetahuan lama dengan pengetahuan baru, dan memfasilitasi belajar. Anak harus tahu makna belajar dan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya.

·         COOPERATIVE LEARNING TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER
Hakekat Pembelajaran Koopertif (Cooperative Learning)                    
            Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh antar siswa untuk memahami materi pelajaran PKn, Unsur-unsur pembelajaran kooperatif paling sedikit ada empat macam yakni:
a.       Saling ketergantungan positif, artinya  dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan antar sesama.  Dengan saling membutuhkan antar sesama, maka mereka merasa saling ketergantungan satu sama lain;
b.      Interaksi tatap muka, artinya menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa.  Dengan interaksi tatap muka, memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar, sehingga sumber belajar menjadi variasi.  Dengan interaksi ini diharapkan akan memudahkan dan membantu siswa dalam mempelajari suatu materi.
c.       Akuntabilitas individual, artinya meskipun pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok, tetapi penilaian dalam rangka mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap suatu materi pelajaran dilakukan secara individual.  Hasil penilaian secara individual tersebut selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa anggota kelompok yang dapat memberikan bantuan.
d.      Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi, artinya, melalui pembelajaran kooperatif akan menumbuhkan keterampilan menjalin hubungan antar pribadi.  Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran kooperatif menekankan aspek-aspek:  tenggang rasa,  sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik orangnya, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat positif lainnya.                        

Cooperative Learning tipe numbered Heads Together
Cooperative Learning tipe numbered Heads Together adalah salah satu teknik pembelajaran yang menekankan pada struktur khusus yang di rancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Dengan melibatkan para siswa, dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pembelajaran tersebut. Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan kerjasama siswa(Ibrahim,200828).
Model dengan tipe ini bisa meningkatakan partisipasi siswa dalam pembelajaran PKN. Ini di dasarkan pada argumen, bhawa suasana di bangun dan di rencamnakan sedemikian rupa melalui model “Cooperative Learning” sehingga siswa dapat berinteraksi satu sama lain. Dalam interaksi ini, siswa akan membentuk komunitas yang memungkinkan mereka untuk mencintai proses belajar dan mencintai proses satu sama lain (Anita Lie, Cooperative Learning:2007). Kemudian juga didasarkan pada tujuan dari model cooperative learning tipe NHT itu sendiri yaitu mengembangkan keterampilan sosial siswa seperti berbagi tugas, aktif bertanya, menghargaia pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainnya.
Model cooperative learning tipe NHT merubah proses belajar yang berpusat pada guru menjadi terpusat pada siswa, guru hanya sebagai fasilitator saja. Namun, keberhasilan pelaksanaan model ini harus di dukung oleh keterampilan guru mengelola kelas dengan baik, sehingga proses pembelajaran dapat terkontrol dengan benar.

·         OBSERVASI LAPANGAN
Biasanya para siswa didik itu lebih tertarik jika ada mata pelajaran yang bisa observasi ke lapangan langsung. Selain mereka dapat belajar secara langsung keadaan yang ada di lapangan, mereka juga tidak jenuh, dapat di anggap sebagai sarana refresing. Kebanyakan siswa, jika pembelajaran hanya ada di kelas saja, mereka rasa terlalu monoton dan membosonkan. Jadi sesekali pelajaran PKN ini belajar di luar dan observasi langsung di lapangan sesuai dengan materinya. Jadi anak dapat mengetahui praktek secara langsung tentang materi-materi yang ada. Mungkin untuk anak sekolah dasar belum dapat di ajarkan dengan cara seperti ini, tetapi untuk sekolah menengah sampai ke perguruan tinngi dapat diterapkan seperti ini.

2.4.  Kedudukan PKN dalam Filsafat Ilmu
Pendidikan Kewarganegaraan atau sekarang yang disebut PKN sebagai cabang dari pendidikan filsafat ilmu secara substantif di desain untuk mengembangkan warga negara yang cerdas serta memiliki intelektual yang di dasari oleh nilai – nilai pancasila baik untuk seluruh jalur dan jenjang pendidikan.
Yang mana hingga saat ini PKN memiliki kedudukan di dalam pendidikan nasional Indonesia sebagai ilmu pengetahuan yang terdiri dari 5 status keberadaannya yaitu :
1.      Sebagai mata pelajaran disekolah
2.      Sebagai mata kuliah di Perguruan tinggi
3.      Sebagai salah satu cabang filsafat ilmu pengetahuan sosial
4.      Sebagai kerangka konseptual dalam bentuk pemikiran individual/kelompok pakar terkait yang dikembangkan sebagai landasan dan kerangka berpikir mengenai Pendidikan kewarganegaraan.
5.      Sebagai program pendidikan politik yang dikemas dalam bentuk P4 yang pernah dikelola Pemerintah sebagai crash program
Menurut filsafat ilmu yang mana filsafat sebagai induk dari ilmu pengetahuan lainnya, PKN juga merupakan ilmu yang berada dari ilmu pendidikan yang berasal dari ilmu sosial. Dan kedudukan Pendidikan kewarganegaraan sangat berpengaruh terhadap sikap dan mental masyarakat Indonesia yang mana dalam PKN seseorang akan diajarkan untuk menanamkan nilai – nilai pancasila yang menjadi dasar negara dan menerapkan dalam kehidupan berbangsa bernegara lewat sikap yang  bermoral, luhur, budi pekerti, cinta tanah air dan berjiwa nasionalisme.
Setiap pengetahuan harus memiliki suatu metode yaitu seperangkat cara atau sistem pendekatan dalam rangka pembahasan pendidikan kewarganegaraan untuk mendapatkan suatu kebenaran yang bersifat objektif. Metode dalam pembahasan Pendidikan kewarganegaraan sangat tergantungpada karakteristik objek formal maupun objek material Pancasila.
Penerapan metode quantum teaching learning pada pendidikan kewarganegaraan dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif, dengan cara menggunakan unsur yang ada pada siswa dan lingkungan belajarnya melalui interaksi yang terjadi di dalam kelas. Dalam quantum teaching learning bersandar pada konsep “ bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka”. Hal ini menunjukan bahwa dengan pengajaran quantum teaching learning tidak hanya menawarkan materi yang mesti dipelajari siswa tetapi jauh dari itu, siswa juga diajarkan bagaimana menciptakan hubungan emosional yang baik ketika belajar.


BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Pendidikan Kewarganegaraan sebenarnya dilakukan dan dikembangkan di seluruh dunia, meskipun dengan berbagai istilah dan nama. Ilmu ini sering disebut sebagai civic education, citizenship education bahkan bahkan ada yang menyebut sebagai democracy education. Hal ini penting, karena Pendidikan kewarganegaraan memiliki peran strategis dalam mempersiapkan generasi muda yang cerdas dan bertanggung jawab dalam peradabannya.
Untuk itu diperlukan metode dan strategi yang efektif agar Pendidikan Kewarganegaraan menjadi sebuah pembelajaran yang menyenangkan, diminati dan tidak lagi membosankan.
Penerapan metode quantum teaching learning pada pendidikan kewarganegaraan dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif, dengan cara menggunakan unsur yang ada pada siswa dan lingkungan belajarnya melalui interaksi yang terjadi di dalam kelas. Dalam quantum teaching learning bersandar pada konsep “ bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka”.

2 komentar: