Metode Pembelajaran PKN sebagai
Mata pelajaran yang tidak Membosankan
Diajukan untuk memenuhi tugas
individu : oleh Alfariadi
Mata kuliah : Filsafat Ilmu
Dosen : Prof. Dr. H. Almasdi
Syahza
Program : Pasca-Sarjana-Manajemen Pendidikan-UNRI
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dinilai para siswa pelajaran yang
membosankan, membuat jenuh, karena mata pelajaran ini terkesan hafalan dan
teoritik, apalagi dalam penyampaianya kurang variasi sehingga siswa kurang paham dan hasil belajar
siswa menurun rata-rata dibawah kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Oleh karena
itu, diperlukan metode pembelajaran yang mampu mengubah stigma buruk yang
dianggap siswa.
Ketidaksukaan dan kebosanan pada mata pelajaran PKn disebabkan oleh
hal-hal sebagai berikut:
Dilihat dari
komponen guru, pertama pembelajaran
PKn yang dilakukan oleh guru di kelas lebih dominan menggunakan metode
konvensional, sehingga menyebabkan kurangnya minat siswa untuk
mengikuti
pelajaran, terkesan membosankan serta kurang menarik bahkan monoton. Kedua dalam pelaksanaannya guru lebih
mementingkan aspek pengetahuan saja (knowledge) sedangkan aspek-aspek yang
lainnya tidak diperhatikan, ini menimbulkan aktivitas siswa hanya sebatas
penalaran saja, sedangkan nilai-nilai dan makna yang terkandung di dalam materi
tidak didapatkan siswa. Ketiga
skenario pembelajaran yang telah disusun dan direncanakan dalam pelaksanaannya
kadang-kadang tidak sesuai dengan kondisi kelas, ketersediaan sarana dan
prasarana, serta suasana siswa. Sehingga pembelajaran sering tidak sesuai
dengan tujuan pencapaian semula.
Dilihat dari
komponen siswa, pertama banyak
sebagian siswa yang kurang menyukai dan merespon mata pelajaran PKn, ini
terlihat dalam mengikuti proses belajar sebagian banyak siswa bersikap pasif,
begitu juga dalam mengikuti diskusi. Kedua
penempatan jadwal pelajaran diakhir juga menimbulkan kondisi fisik dan semangat
siswa menurun, sehingga menimbulkan situasi kelas tidak terkendali dan akhirnya
sebagian siswa tidak memperhatikan pelajaran yang disampaikan guru.
Dalam pembelajaran PKn terdapat berbagai metode yang biasa
diterapkan seperti ceramah bervariasi, tugas, tanya jawab. Akan tetapi
pengalaman selama ini menunjukkan bahwa metode-metode yang dipakai itu kurang
dapat mencapai tujuan pembelajaran PKn secara maksimal. Hasil belajar siswa
cenderung bersifat kognitif teoritis yang tidak berkembang.
Sedangkan mata pelajaran PKn bertujuan akhir untuk membentuk warga
negara yang baik (good citizenship) yang mengerti dan memahami akan
hak dan kewajibannya sebagai warga negara, norma-norma yang berlaku di
masyarakat, mampu berpikir kritis terhadap masalah-masalah yang berkembang.
Singkatnya pembelajaran PKn dapat membentuk siswa yang berkarakter serta mampu
berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dari masalah diatas, perlu dicari metode baru dalam pembelajaran
yang melibatkan siswa secara aktif
dan guru yang melakukan inovasi. Pembelajaran yang
mengutamakan penguasaan kompetensi harus berpusat pada siswa, memberikan
pembelajaran dan pengalaman belajar yang relevan secara kontekstual.
1.2
RUMUSAN MASALAH
1. Apa hakekat dari Pendidikan Kewarganegaraan?
2. Apa kelemahan materi dan metode pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan?
3. Apa saja metode-metode yang dapat diberikan
agar siswa tertarik dengan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan?
1.3
TUJUAN
1. Untuk mengetahui hakekat dari Pendidikan
Kewarganegaraan
2. Untuk mengetahui kelemahan materi dan metode
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
3. Untuk mengetahui metode-metode yang dapat
diberikan agar siswa tertarik dengan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
1.4
MANFAAT
Adapun
manfaat yang dapat di peroleh dengan adanya makalah ini adalah penulis dan
pembaca dapat mendalami materi yang terdapat dalam makalah ini, baik mengenai “Kelemahan
Materi dan Metode Pembelajaran PKN di Sekolah Dasar dan Menengah serta
Perguruan Tinggi dan Alternatif Penyelesaian”
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Hakekat Pendidikan
Kewarganegaraan (PKN)
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan
mata kuliah atau mata pelajaran yang bersifat wajib nasional, yang diberikan
pada jenjang pendidikan dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama
(SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), sampai
Perguruan Tinggi. Mata pelajaran PKN ini merupakan mata pelajaran yang penting
guna membangun rasa patriotisme dan nasionalisme terhadap anak didik bangsa.
Serta mengembangkan watak, kemampuan dan karakter anak didik menjadi seseorang
yang demokratis, peduli akan masyarakat, bangsa dan negara.
PKN ini dapat menjadi sarana
pembentukan Nation and Character Building (membangun karakter bangsa) dalam
dunia pendidikan yang sekarang ini menjadi sorotan di dunia pendidikan agar
para generasi penerus bangsa yaitu siswa didik sesuai dengan karakter bangsa
dan tidak menghilangkan karakter asli dari bangsa. PKN dapat menjadi jembatan
pembentukan Character Building karena bidang kajian kewarganegaraan di topang
oleh berbagai disiplin ilmu, seperti ilmu politik, hukum, sosiologi,
antropologi, psikologi dan berbagai disiplin ilmu yang dapat melakukan
kajian-kajian terhadap proses pengembangan konsep, nilai dan perilaku demokrasi
yang tentu berdasarkan nilai-nilai pancasila.
Selain itu PKN merupakan sarana
pengenal identitas bangsa terhadap anak didik untuk memberikan pengetahuan
tentang apa yang menjadi landasan hukum bagi negara, dasar-dasar negara dan
nilai-nilai yang tertanam pada pancasila.
Sedangkan
mata pelajaran PKn bertujuan akhir untuk membentuk warga negara yang baik (good citizenship) yang
mengerti dan memahami akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara, norma-norma
yang berlaku dimasyarakat, mampu berpikir kritis terhadap masalah-masalah yang
berkembang. Singkatnya pembelajaran PKn dapat membentuk siswa yang berkarakter
serta mampu berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Tujuan
PKN adalah partisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan
politik dari warga negara yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip
dasar demokrasi konstitusional Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif
dan tanggung jawab memerlukan penguasaan seperangkat ilmu pengetahuan dan
keterampilan intelektual serta keterampilan untuk berperan serta. Partisipasi
yang efektif dan bertanggung jawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut melalui
pengembangan disposisi atau watak-watak tertentu yang meningkatkan kemampuan
individu berperan serta dalam proses politik dan mendukung berfungsinya sistem
politik yang sehat serta perbaikan masyarakat.
Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai Mata Pelajaran di Sekolah
Menurut Udin S Winatapura (2001), pendidikan
kewarganegaraan atau citizenship education sudah menjadi bagian inheren
dari instrumentasi serta praksis pendidikan nasional Indonesia dalam lima
status. Pertama, sebagai mata pelajaran di sekolah. Kedua,
sebagai mata kuliah di perguruan tinggi. Ketiga, sebagai
salah satu cabang pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial dalam kerangka
program pendidikan guru. Keempat, sebagai program
pendidikan politik yang dikemas dalam bentuk Penataran Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (Penataran P4) atau sejenisnya yang pernah dikelola
oleh Pemerintah sebagai suatu crash program. Kelima, sebagai kerangka
konseptual dalam bentuk pemikiran individual dan kelompok pakar terkait,
yang dikembangkan sebagai landasan dan kerangka berpikir mengenai pendidikan
kewarganegaraan dalam status pertama, kedua, ketiga, dan keempat. Berdasar
pendapat di atas maka pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran di
sekolah merupakan satu dari lima status PKn yang praksis di Indonesia. Pada perkembangan terakhir kurikulum
persekolahan di Indonesia yang lebih dikenal dengan nama Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP), pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran
dimunculkan dengan nama mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (Permendiknas
No 22 tahun 2006). Sebelumnya pendidikan kewarganegaraan bernama mata pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Berdasar permendiknas No 22
tahun 2006 tersebut. Pendidikan Kewarganegaraan diartikan sebagai mata
pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu
melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang
cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Sedangkan tujuan dari pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah agar peserta
didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) Berpikir secara kritis, rasional,
dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan, (2) Berpartisipasi secara
aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi, (3) Berkembang
secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan
bangsa-bangsa lainnya, (4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam
percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi.
Adapun standar isi atau yang menjadi materi kajian mata
pelajaran PKn di sekolah mencakup 8 ruang lingkup. Kedelapan ruang lingkup
kajian tersebut adalah :
1. Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup
rukun dalam perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia,
Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam
pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Keterbukaan dan jaminan keadilan.
2. Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib
dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di
masyarakat, Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara, Sistim hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan
internasional.
3. Hak asasi manusia meliputi: Hak dan kewajiban
anak, Hak dan kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan
internasional HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.
4. Kebutuhan warga negara meliputi: Hidup gotong
royong, Harga diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi,
Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri,
Persamaan kedudukan warga negara.
5. Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi
kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah
digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi.
6. Kekuasan dan Politik, meliputi: Pemerintahan
desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat,
Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju
masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi.
7. Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila
sebagai dasar negara dan ideologi negara, Proses perumusan Pancasila sebagai
dasar negara, Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari,
Pancasila sebagai ideologi terbuka.
8. Globalisasi meliputi: Globalisasi di
lingkungannya, Politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak
globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional, dan
Mengevaluasi globalisasi.
Menyimak maksud dan tujuan dari mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan di atas, maka Pendidikan Kewarganegaraan sejalan dengan tiga fungsi pokok pendidikan
kewarganegaraan sebagai wahana pengembangan warganegara yang demokratis yakni
mengembangkan kecerdasan warganegara (civic intellegence), membina
tanggung jawab warganegara (civic responsibility) dan mendorong
partisipasi warganegara (civic participation). Tiga kompetensi
warganegara ini sejalan pula dengan tiga komponen pendidikan kewarganegaraan
yang baik yaitu pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge),
ketrampilan kewarganegaraan (civic skills), dan karakter kewarganegaraan
(civic dispositions) (Branson. 1998). Warganegara yang
memiliki pengetahuan kewarganegaraan akan menjadi warga negara yang cerdas.
Warganegara yang memiliki ketrampilan kewarganegaraan akan menjadi warganegara
yang partisipatif, sedangkan warganegara yang memiliki karakter kewarganegaraan
akan menjadi warganegara yang bertanggung jawab.
Apabila kita kaitkan kedelapan ruang lingkup PKn
persekolahan dengan tiga kompetensi pendidikan kewarganegaraan di atas, maka
belum nampak pemetaaan dari ketiga komponen tersebut. Kedelapan ruang lingkup
belum menunjukkan mana-mana yang termasuk dalam domain pengetahuan
kewarganegaraan (civic knowledge), ketrampilan kewarganegaraan (civic
skills), atau karakter kewarganegaraan (civic dispositions).
Kejelasan akan hal itu dapat kita temukan dari sejumlah rumusan standar
kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang terjabar di masing-masing kelas.
Rumusan dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar akan membawa kita untuk
tahu kearah domain mana seharusnya ruang linkup PKn itu dibelajarkan. Misalnya
SK 1 kelas VII yang berbunyi “Menunjukkan sikap positif terhadap norma-norma
yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”
mengarahkan kita kepada domain karakter kewarganegaraan (civic dispositions).
SK 2 kelas VII yang berbunyi “Mendeskripsikan makna Proklamasi Kemerdekaan dan
konstitusi pertama” menitikberatkan pada domain pengetahuan kewarganegaraan (civic
knowledge). Sedangkan SK 4 kelas VII yang berbunyi “Menampilkan perilaku
kemerdekaan mengemukakan pendapat” menitikberatkan pada domain ketrampilan
kewarganegaraan (civic skills). Meskipun ketiga domain atau kompetensi
pendidikan kewarganegaraan di atas saling berhubungan dan sinergis, tetapi
dengan pemberian penekanan melalui standar kompetensi yang dirumuskan ini telah
memberitahukan kepada guru PKn bahwa kompetensi inilah yang ingin dicapai
melalui pembelajaran materi tersebut.
2.2
Kekurangan Materi dan Metode Pembelajaran PKN
Tidak
di pungkiri bahwa dari dahulu samapai sekarang mata pelajaran PKN merupakan mata
pelajaran yang paling kurang diminati oleh para siswa, apalagi dengan kurikulum
yang saat ini mata pelajaran PKN merupakan mata pelajaran yang tidak digunakan
dalam pelaksanaan ujian nasional, jadi membuat para anak didik menyingkirkan
mata pelajaran PKN untuk dipelajari karenan mereka lebih memfokuskan mata
pelajaran yang di ujikan untuk memenuhi standar kelulusan. Pada saat ini jiwa
nasionalisme pada anak bangsa begitu kurang. Banyak anak-anak yang tidak
mengenal apa itu pancasila dan nilai-nilai dari butir-butir yang terkandung.
Mungkin mereka hafal butiran pancasila tetapi mereka tidak mengeri arti yang
terkandung di dalamnya, bahkan ada pula yang tidak hafal dengan isi pancasila
tersebut.
Dapat
disimpulkan bahwa ternyata PKN merupakan mata pelajaran yang tidak disukai oleh
para anak didik dan di anggap pelajaran yang membosankan bagi sisiwa didik.
Ketidaksukaan dan kebosanan yang dirasakan oleh siswa disebabkan oleh hal-hal
berikut : Pertama pembelajaran PKN yang dilakukan oleh guru di kelas lebih dominan
menggunakan metode konvensional, sehingga menyebabkan kurangnya minat siswa
didik untuk mengikuti pelajaran, terkesan membosankan serta kurang menarik bahkan monoton. Lalu materi PKN yang
kebanyakan merupakan teori menjadikan pengajar melakukan metode pembelajaran
PKN hanya ceramah dari guru di depan kebanyakan dan sesekali diskusi, dan
itulah yang membuat kebosanan untuk mengikuti pelajaran PKN. Yang kedua dalam
pelaksanaannya guru lebih mementingkan aspek pengetahuan saja (knowledge)
sedangkan aspek-aspek yang lainnya tidak diperhatikan, ini menimbulkan
aktivitas siswa hanya sebatas penalaran saja, sedangkan nilai-nilai dan makna
yang terkandung dalam materi tidak di dapat siswa. Jadi intinya siswa itu hanya
diberikan teori saja, semisal apa itu demokrasi tapi contoh nyatanya mereka
tidak diberikan.
Metode
dan materi yang diberikan pada mata pelajaran PKN ini memang kurang di minati
oleh para siswa. Mereka menganggap bahwa PKN hanya teori saja dan tidak ada
bayangan dalam menerapkan PKN dalam kehidupan nyata. Ketidaksukaan para siswa
dalam pembelajaran PKN ini terlihat ketika waktu pelajaran PKN mereka merasa
bosan dan tidak ada partisipatif aktif dalam materi PKN, jadi mereka kurang
memahami apa dari isi PKN tersebut dan minat untuk mendalami lebih jauh begitu
kurang. Padahal sebenarnya tujuan harfiah pelajaran PKN ini progam pendidikan
yang membentuk peserta didik agar memiliki kemampuan berpartisipasi secara
aktif, bermutu dan bertanggung jawab, bertindak secara cerdas dalam kegiatan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. PKN ini merupakan suatu ilmu atau
pnegtahuannya untuk menjadikan mereka berpartisipatif dalam kegiatan yang ada
dalam masyarakat atau bangsa dan bernegara. Jika anak didik tidak memahami atau
mengerti tentang materi apa yang terkandung dalam PKN maka mereka tidak mampu
aktif dalam masyarakat.
Mata pelajaran PKn yang
sebelumnya bernama PPKn belum bisa dipahami sepenuhnya oleh banyak guru PKn.
Pendapat-pendapat yang berkembang di kalangan guru PKn dapat dirangkum sebagai
berikut;
1. Pandangan bahwa pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan yang baru ini tidak lebih dari pelajaran Kewarganegaraan masa
lalu atau kita kembali pada mata pelajaran Kewarganegaraan, Civics, atau
Kewargaan Negara di tahun 1960-an.
2. Pandangan bahwa pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan baru adalah gabungan saja dari pelajaran PPKn dan pelajaran
Tata Negara yang diajarkan pada sekolah-sekolah menengah umum, sekaligus pula
porsi pelajaran Tata Negara mendapat tempat yang lebih pada pelajaran baru ini.
3. Pandangan bahwa dengan pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan baru akan semakin mudah dan enak dalam mengajarkan karena lebih
banyak materi sehingga tidak akan kehabisan materi sebagaimana dalam
mengajarkan PPKn.
Jika diperhatikan, maka pandangan dan pendapat demikian
menyimpan kesalahan dan bisa menjadi faktor yang memperlemah pencapaian ideal
pendidikan kewarganegaraan di sekolah. Pandangan pertama menyederhanakan makna,
visi dan paradigma baru PKn karena terpaku hanya pada istilah semata. Visi dan
misi pendidikan kewarganegaraan paradigma baru adalah jelas yaitu mewujudkan
masyarakat demokratis melalui pendidikan untuk mendukung tetap terjaganya
negara Indonesia yang demokratis. Konsep “demokrasi” menjadi kata kunci dalam
pelajaran ini. Hal ini berbeda dengan pendidikan kewarganegaraan masa lalu yang
lebih menekankan pada pengetahuan sebagai warganegara. Pandangan kedua
mengkaburkan landasan keilmuan dari pendidikan kewarganegaraan paradigma baru.
Dengan berlandaskan pada demokrasi politik maka pelajaran ini menitikberatkan
pada pembentukan pengetahuan, karakter dan ketrampilan kewarganegaraan agar
menjadi warganegara yang kritis dan partisipatif dalam sistem politik
demokrasi. Pelajaran PPKn dan Tata Negara tidak mengarah pada pembentukan
kompetensi kewarganegaraan sebagaimana yang diharapkan pendidikan
kewarganegaraan paradigma baru.
PPKn menitikberatkan pada pendidikan nilai moral yang
serba Pancasila sedangkan Tata Negara bersumberkan pada hukum yang sekedar
kognitif. Barangkali pendidikan nilai dan hukum adalah penting tetapi itu bukan
misi dari pendidikan kewarganegaraan. Sedangkan pandangan ketiga menafikan
basis kompetensi yang merupakan ciri dari Kurikulum Berbasis Kompetensi
termasuk pendidikan kewarganegaraan paradigma baru. Dengan pandangan demikian
justru akan mengembalikan kurikulum pada basis materi. Kelemahan PPKn masa lalu
adalah materinya yang terlalu overload, tumpang tindih, banyak hal yang
harus diajarkan dan kurang ilmiah sehingga membebani siswa. Pendidikan
Kewarganegaraan paradigma baru berupaya untuk memperbaiki dengan cara
menyederhanakan materi, memperjelas landasan keilmuannya dan menekankan pada
kompetensi siswa. Mengajarkan Pendidikan Kewarganegaraan tidak dengan
menyampaikan sebanyak mungkin materi pelajaran tetapi membelajarkan siswa
dengan prinsip learning by doing (belajar sambil melakukan).
Menyampaikan materi banyak hanya akan membebani siswa dan yang terjadi
diibaratkan seperti memasukkan “sampah” Akan keluar “sampah” pula yang tentu
saja tidak berguna (garbage in garbage out). Oleh karena itu alokasi
waktu yang banyak dengan hanya materi yang cukup dapat dilakukan dengan
memperbanyak Praktik Belajar Kewarganegaraan.
Temuan lain juga menunjukkan beberapa kelemahan terutama
yang dihadapi guru PKn berkaitan dengan munculnya pelajaran baru ini. Hasil
temuan tersebut adalah 1) Pemahaman para guru PPKn masih terbatas terhadap
pelajaran PKn. Pelajaran Kewarganegaraan dipahami memiliki visi dan tujuan yang
sama dengan pelajaran PPKn sebelumnya. Dikatakan bahwa materi keilmuan dari
pelajaran PKn lebih banyak berkaitan dengan masalah kenegaraan sebagaimana dalam pelajaran Tata
Negara , 2) Guru PPKn dalam menyiapkan pembelajaran Kewarganegaraan telah
mendasarkan pada Kurikulum Kewarganegaraan, silabus dan skenario pembelajaran
yang disusun sendiri, menyiapkan buku pelajaran dan alat penilaian, 3) Guru
PPKn menghadapi kendala dengan adanya materi yang relatif baru dari pelajaran
Kewarganegaraan sehingga harus lebih dahulu belajar, kendala penggunaan metode
kerja kelompok dalam kelas besar serta kesulitan melakukan penilaian dengan
adanya format penilaian yang baru menurut kurikulum 2004 (Winarno, 2004).
Khusus yang berkaitan dengan manajemen pembelajaran PKn,
guru telah menyusun seperangkat rencana pembelajaran seperti, silabus dan
skenario pembelajaran PKn. Namun kebanyakan silabus dan skenario tersebut
meskipun disusun guru sendiri atau telah atas nama guru yang bersangkutan,
silabus dan skenario tersebut lebih banyak didapat dari copian guru lain, hasil
pelatihan yang sudah jadi atau dari lembaga yang telah menyusunnya (MGMP).
Alasan yang dikemukakan umumnya karena lebih praktis, tidak menyita waktu dan
yang lebih penting adalah pelaksanaannya.
2.3
Metode Pembelajaran dalam meningkatkan Daya Tarik Siswa Terhadap Mata Pelajaran
PKN
·
PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
Problem Based Learning (PBL) adalah metode
pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para
peserta didik belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah, dan
memperoleh pengetahuan (Duch, 1995). Finkle dan Torp (1995) menyatakan
bahwa PBL merupakan pengembangan kurikulum dan sistem pengajaran yang
mengembangkan secara simultan strategi pemecahan masalah dan dasar-dasar
pengetahuan dan keterampilan dengan menempatkan para peserta didik dalam peran
aktif sebagai pemecah permasalahan sehari-hari yang tidak terstruktur dengan
baik. Dua definisi di atas mengandung arti bahwa PBL merupakan setiap suasana
pembelajaran yang diarahkan untuk memecahkan permasalahan sehari-hari.
Aplikasi
pembelajaran dengan metode Problem Based Learning dimulai dengan siswa terlebih
dahulu mengobservasi suatu fenomena. Kemudian siswa diminta untuk mencatat
permasalahan yang muncul, serta mendiskusikan permasalahan dan mencari
pemecahan masalah dari permasalahan tersebut. Setelah itu, tugas guru adalah
merangsang untuk berpikir kritis dan kreatif dalam memecahkan masalah yang ada
serta mengarahkan siswa untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan
perspektif yang berbeda diantara mereka.
Pembelajaran
metode Problem Based Learning berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan
siswa bekerja dan mengalami, menemukan dan mendiskusikan masalah serta mencari
pemecahan masalah, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Siswa
mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan
bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi
hidupnya nanti. Siswa terbiasa memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang
berguna bagi dirinya dan bergumul dengan ide-ide.
Dalam
pembelajaran metode Problem Based Learning tugas guru mengatur strategi
belajar, membantu menghubungkan pengetahuan lama dengan pengetahuan baru, dan
memfasilitasi belajar. Anak harus tahu makna belajar dan menggunakan
pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya untuk memecahkan masalah dalam
kehidupannya.
·
COOPERATIVE LEARNING TIPE
NUMBERED HEADS TOGETHER
Hakekat Pembelajaran
Koopertif (Cooperative Learning)
Pembelajaran
kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan
interaksi yang saling asuh antar siswa untuk memahami materi pelajaran PKn,
Unsur-unsur pembelajaran kooperatif paling sedikit ada empat macam yakni:
a.
Saling ketergantungan positif, artinya dalam
pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa
merasa saling membutuhkan antar sesama. Dengan saling membutuhkan antar
sesama, maka mereka merasa saling ketergantungan satu sama lain;
b.
Interaksi tatap muka, artinya menuntut para siswa dalam
kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog,
tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Dengan
interaksi tatap muka, memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber
belajar, sehingga sumber belajar menjadi variasi. Dengan interaksi ini
diharapkan akan memudahkan dan membantu siswa dalam mempelajari suatu materi.
c.
Akuntabilitas individual, artinya meskipun pembelajaran
kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok, tetapi penilaian dalam
rangka mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap suatu materi pelajaran
dilakukan secara individual. Hasil penilaian secara individual tersebut
selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok
mengetahui siapa anggota kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa anggota
kelompok yang dapat memberikan bantuan.
d.
Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi, artinya,
melalui pembelajaran kooperatif akan menumbuhkan keterampilan menjalin hubungan
antar pribadi. Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran kooperatif
menekankan aspek-aspek: tenggang
rasa, sikap sopan terhadap teman,
mengkritik ide dan bukan mengkritik orangnya, berani mempertahankan pikiran
logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat positif
lainnya.
Cooperative Learning tipe numbered Heads Together
Cooperative
Learning tipe numbered Heads Together adalah salah satu teknik pembelajaran
yang menekankan pada struktur khusus yang di rancang untuk mempengaruhi pola
interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik.
Dengan melibatkan para siswa, dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu
pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pembelajaran tersebut.
Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide
dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga
mendorong siswa untuk meningkatkan kerjasama siswa(Ibrahim,200828).
Model
dengan tipe ini bisa meningkatakan partisipasi siswa dalam pembelajaran PKN.
Ini di dasarkan pada argumen, bhawa suasana di bangun dan di rencamnakan
sedemikian rupa melalui model “Cooperative Learning” sehingga siswa dapat
berinteraksi satu sama lain. Dalam interaksi ini, siswa akan membentuk
komunitas yang memungkinkan mereka untuk mencintai proses belajar dan mencintai
proses satu sama lain (Anita Lie, Cooperative Learning:2007). Kemudian juga
didasarkan pada tujuan dari model cooperative learning tipe NHT itu sendiri yaitu
mengembangkan keterampilan sosial siswa seperti berbagi tugas, aktif bertanya,
menghargaia pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja
dalam kelompok dan sebagainnya.
Model
cooperative learning tipe NHT merubah proses belajar yang berpusat pada guru
menjadi terpusat pada siswa, guru hanya sebagai fasilitator saja. Namun,
keberhasilan pelaksanaan model ini harus di dukung oleh keterampilan guru
mengelola kelas dengan baik, sehingga proses pembelajaran dapat terkontrol
dengan benar.
·
OBSERVASI LAPANGAN
Biasanya
para siswa didik itu lebih tertarik jika ada mata pelajaran yang bisa observasi
ke lapangan langsung. Selain mereka dapat belajar secara langsung keadaan yang
ada di lapangan, mereka juga tidak jenuh, dapat di anggap sebagai sarana
refresing. Kebanyakan siswa, jika pembelajaran hanya ada di kelas saja, mereka
rasa terlalu monoton dan membosonkan. Jadi sesekali pelajaran PKN ini belajar
di luar dan observasi langsung di lapangan sesuai dengan materinya. Jadi anak
dapat mengetahui praktek secara langsung tentang materi-materi yang ada.
Mungkin untuk anak sekolah dasar belum dapat di ajarkan dengan cara seperti
ini, tetapi untuk sekolah menengah sampai ke perguruan tinngi dapat diterapkan
seperti ini.
2.4. Kedudukan PKN dalam Filsafat Ilmu
Pendidikan Kewarganegaraan atau sekarang yang
disebut PKN sebagai cabang dari pendidikan filsafat ilmu secara substantif di
desain untuk mengembangkan warga negara yang cerdas serta memiliki intelektual
yang di dasari oleh nilai – nilai pancasila baik untuk seluruh jalur dan
jenjang pendidikan.
Yang
mana hingga saat ini PKN memiliki kedudukan di dalam pendidikan nasional
Indonesia sebagai ilmu pengetahuan yang terdiri dari 5 status keberadaannya
yaitu :
1. Sebagai
mata pelajaran disekolah
2. Sebagai
mata kuliah di Perguruan tinggi
3. Sebagai
salah satu cabang filsafat ilmu pengetahuan sosial
4. Sebagai
kerangka konseptual dalam bentuk pemikiran individual/kelompok pakar terkait
yang dikembangkan sebagai landasan dan kerangka berpikir mengenai Pendidikan kewarganegaraan.
5. Sebagai
program pendidikan politik yang dikemas dalam bentuk P4 yang pernah dikelola
Pemerintah sebagai crash program
Menurut filsafat ilmu yang mana filsafat sebagai
induk dari ilmu pengetahuan lainnya, PKN juga merupakan ilmu yang berada dari
ilmu pendidikan yang berasal dari ilmu sosial. Dan kedudukan Pendidikan
kewarganegaraan sangat berpengaruh terhadap sikap dan mental masyarakat
Indonesia yang mana dalam PKN seseorang akan diajarkan untuk menanamkan nilai –
nilai pancasila yang menjadi dasar negara dan menerapkan dalam kehidupan
berbangsa bernegara lewat sikap yang
bermoral, luhur, budi pekerti, cinta tanah air dan berjiwa nasionalisme.
Setiap pengetahuan harus memiliki suatu metode yaitu
seperangkat cara atau sistem pendekatan dalam rangka pembahasan pendidikan
kewarganegaraan untuk mendapatkan suatu kebenaran yang bersifat objektif.
Metode dalam pembahasan Pendidikan kewarganegaraan sangat tergantungpada
karakteristik objek formal maupun objek material Pancasila.
Penerapan metode quantum teaching learning pada
pendidikan kewarganegaraan dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif,
dengan cara menggunakan unsur yang ada pada siswa dan lingkungan belajarnya
melalui interaksi yang terjadi di dalam kelas. Dalam quantum teaching learning
bersandar pada konsep “ bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan
antarkan dunia kita ke dunia mereka”. Hal ini menunjukan bahwa dengan
pengajaran quantum teaching learning tidak hanya menawarkan materi yang mesti
dipelajari siswa tetapi jauh dari itu, siswa juga diajarkan bagaimana
menciptakan hubungan emosional yang baik ketika belajar.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Pendidikan Kewarganegaraan sebenarnya dilakukan dan dikembangkan di seluruh
dunia, meskipun dengan berbagai istilah dan nama. Ilmu ini sering disebut
sebagai civic education, citizenship education bahkan bahkan ada yang menyebut
sebagai democracy education. Hal ini penting, karena Pendidikan kewarganegaraan
memiliki peran strategis dalam mempersiapkan generasi muda yang cerdas dan
bertanggung jawab dalam peradabannya.
Untuk itu diperlukan metode dan strategi yang efektif agar Pendidikan
Kewarganegaraan menjadi sebuah pembelajaran yang menyenangkan, diminati dan
tidak lagi membosankan.
Penerapan metode
quantum teaching learning pada pendidikan kewarganegaraan dapat menciptakan
lingkungan belajar yang efektif, dengan cara menggunakan unsur yang ada pada
siswa dan lingkungan belajarnya melalui interaksi yang terjadi di dalam kelas.
Dalam quantum teaching learning bersandar pada konsep “ bawalah dunia mereka ke dunia
kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka”.
terimakasih sungguh sangat bermanfaat
BalasHapusbagus sangat bermanfaat!
BalasHapus